Minggu, 04 Februari 2018

Mata-Mata yang Kecewa

Ada saat dimana saya melihat tatapan kekecewaan orang lain pada saya, ya mereka kurang beruntung (atau mungkin bisa dibilang beruntung) telah mengenal saya pada titik ekstrim saya yang lain.

Sebagai informasi awalan, saya hidup dalam dua titik yang bisa dibilang cukup ekstrim. Mungkin gak ujung-ujung banget sih titiknya, cuma ya cara diri saya berubah posisi dari saya yang sekarang ke saya yang lain itu cukup menyebalkan hahaha. Nggak kok ini bukan bipolar, slow. Ini cuma masalah sisa-sisa penolakan saya pada masa lalu yang terkadang muncul kalau saya lagi gak punya pertahanan yang cukup, dan itu bener-bener jarang.

Lanjut cerita. 

Nah dalam satu momen saya pernah lepas kendali dan menghancurkan segala yang saya bangun. Lalu orang-orang yang tadinya terdepan mendukung saya, menjadi mundur satu persatu, ada yang perlahan-lahan dan ada juga yang ngambil langkah seribu lalu membangun dinding setinggi ego manusia. Agak kecewa sebetulnya, seakan mereka gak tau betapa ngos-ngosannya saya selama ini jadi Imam yang baik-baik saja (tapi emang gak tau dan gak perlu tau juga sih wkwkwk). Bagaimana saya melihat kebijaksanaan mereka hancur lebur menjadi puing yang gak ada sisanya.

Tapi lama saya mikir, ini kayak proses seleksi aja sih sebenernya. People come and go. Menahan seseorang tetap menyukai saya akan membuat saya jadi buta lagi dalam mencintai diri sendiri.

Oh iya, ini juga buat saya yakin bahwa tingkat kesiapan seseorang terhadap perbedaan latar belakang hidup itu beragam. Artinya (atau sialnya) mereka gak siap dengan diri saya yang satunya. Ini juga membuat saya jadi beruntung karena gak perlu capek-capek berusaha untuk gak buta sama kekaguman diri sendiri. Merasa agak melatih kebijaksanaan diri kalau emang suatu saat ada temen saya juga yang punya latar belakang yang bikin kaget, saya minimal berusaha untuk gak bikin dia down dan mempertahankan diri dia tetap berharga. 

Buat penutup, saya mau kasih pesan deh buat pembaca. Saya tau kok tiap orang punya dua titik ekstrimnya masing-masing, itu wajar kalau kamu gitu juga. Cuma ya saran saya gimana aja kita berusaha dengan bijak memilih titik ekstrim yang akan sering kita gunakan sebagai definisi "diri saya". Semangat! Jangan baper berlebihan kalau orang lain gak nerima kamu karena kamu ketajong (ini apa ya bahasa indonesianya) sekali dua kali, kekecewaan mereka bukan indikator hilangnya kebahagiaan kamu, ciptakan kebahagiaanmu sendiri biar enak buat balik lagi di titik yang kamu pilih. Pun jangan lupa terus perkuat diri dan perbaiki lagi, masa iya jadi orang yang begini-begini terus. Hehe.