Jumat, 16 Oktober 2020

Inilah Aing

Sebenernya tadi judulnya mau "Inilah Diriku" tapi setelah dibaca ulang why it was so c  r   i       n      g     e

Oke, inilah aing.


Jadi dalam beberapa momen gua marah sama keadaan, ada suatu kondisi dimana gua sudah mencoba mencitrakan diri gua sebagai orang yang (let say) A-type, namun seakan orang-orang menganggap gua ada di B-type. 

Gua berusaha keras bertingkah laku agar citra gua dan asumsi orang-orang sejalur. Gua berusaha menutupi hal-hal yang sebetulnya gua enjoy, tapi malah dianggap memalukan sama gua sendiri. Demi apa? just for fucking people's assumption about me.

Terus sekarang gua capek.

Bodo amatlah orang mikir apa aja. Capek ngasih makan asumsi orang juga. Untungnya apa kan buat kita? kagak adaaaaaaa. Memang, ya.

Oke, mulai detik ini. Lakukan yang menurut lu baik tanpa perlu pedulikan asumsi orang. Orang cuma bisa asumsi, kita yang memutuskan mau menikmati hidup atau tidak. 




Selesai. Hehe.

Jumat, 21 Agustus 2020

Hal yang Ingin Kau Lupa Justru Semakin Nyata

Sibuk mencerna riuh bukan di telinga

aku sehat raga, lantas berisik di kepala

datangnya dari mana? 

Kamis, 20 Agustus 2020

I did a mistake

 Ngikutin ego emang gak pernah bener,


In many times it made me almost losing you. I'm afraid right now.

Minggu, 16 Agustus 2020

Berhenti Ngerasa Lebih Baik dari Orang Lain

Di mana-mana juga ngerasa diri lebih baik dari orang lain itu bahaya banget. Mau sama pasangan sendiri, sama temen se-geng, sama orang yang gak kita suka, jangan sampe deh kita ngerasa lebih baik dalam nilai diri.

Sebab, sekali kita ngeras lebih baik, tertutup sudah kesempatan buat berkembang. Untuk selama-lamanya kita akan punya kualitas diri yang segitu-gitu aja.

 

Namanya juga manusia, ngaku aja kalau emang punya cacat dalam berpikir. Pun gak mau ngaku ke orang lain, minimal ngaku ke diri sendiri lah.

 

Ayo jangan jadi orang yang sgeitu-gitu aja, biar bisa sembuh dari sesuatu seenggaknya kita harus ngaku kalau kita punya borok. Iya gak?

Selasa, 11 Agustus 2020

Mengapa kita marah?

Kita pasti pernah lah ngerasa kesel sama entah apa juga.

Seakan rasanya darah makin cepet naik ke kepala, pengen rasanya ngalihin energi yang lagi meluap-luapnya tapi bingung juga harus dialihin kemana.

Pengen mukul, tapi mukul apa? Pengen teriak, berisik banget nanti. Tapi kalau didiemin rasanya makin neken sesuatu yang ada di dalem diri, gak nyaman banget.

Akhirnya harus coba mengenali diri sendiri, lagi kenapa sih?

Kecewa lagi gara-gara punya harapan tapi beda sama kenyataan, atau ngerasa gak punya cukup daya untuk ngubah suatu kondisi jadi lebih baik dan sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Penting dalam keadaan seperti ini untuk sadar bahwa marahnya gak usah dilawan, dinikmati aja sambil dipahami: bahwa kegiatan merelakan yang gak bisa kita kendalikan memang perlu terjadi berkali-kali.

Kalau usahanya udah maksimal, cara-cara baik rasanya udah dilakukan, tapi kalau hasilnya gak sama dengan apa yang dimau, kita bisa apa?

Mungkin hidup cuma lagi bercanda aja sama kita, jadi tinggal kita biarin aja prosesnya berjalan sendiri, gak pernah ada yang sia-sia kok. Gak pernah ada yang sia-sia.

Kamis, 04 Juni 2020

Tentang Lebih Dalam

Ibaratnya lagi menjelajah dasar laut, semakin dalam kita akan sadar bahwa laut tidak seindah apa yang kita lihat di permukaan.

Pun dengan mengenal orang, saat kita memilih untuk masuk lebih dalam, akan ada hal-hal yang membuat kita merasa tidak nyaman yang awalnya tidak kita sadari saat menyelam pertama kali.

Ternyata banyak sampah terbenam dan bangkai kapal, ikan-ikan monser menyeramkan, makhluk abstrak menjijikan, dan segala hal yang tak disadari sebelumnya. Ternyata lebih dalam kita, makin banyak hal yang harus kita kompromikan.


Sabtu, 30 Mei 2020

HI.

Kalau lagi ngambek, jangan pernah bilang pisah yaa.
Diemin aku aja gapapa, tapi jangan lama-lama.

Kalau lagi bosan, bertahan yaaa.
Tau kan bosan itu kan sifatnya sementara, kalau penyesalan itu selamanya.

Aku akan cari cara bagaimana pun caranya supaya kita ga bosan satu sama lain.

Jadi tolong yaaa. Jangan pergi.

Terima kasih untuk selalu disana buat aku yang banyak kekurangan ini. ily.


- A Destiny -

Rabu, 27 Mei 2020

Corona Gak Pernah jadi Rencana Siapa-Siapa

Coba deh kita liat kejadian corona ini,

Notabennya bulan puasa jadi bulan paling oke buat semua orang jualan. Mungkin di awal tahun ini pemilik resto udah siap-siap ngegelar bukber full booked di tempatnya, juragan baju udah jait banyak potongan buat stok lebaran, tukang takjil pinggir jalan udah siap-siap bahagia ngebayangin ramenya di tiap buka puasa.

Siapa yang bakal ngeh kalau ternyata bulan ini datang pandemi dan ngancurin semua rencana?

Kaget? Wajar
Baru terjadi? enggak juga


Kondisi yang 'loncat' keluar dari rencana manusia ini sering terjadi. Ada keluarga kecil yang tiba-tiba bokapnya meninggal lalu ekonomi keluarga langsung limbung, ada juga cewe pinter berprestasi langsung sulit ngeliat masa depan karena hamil dan ditinggal pacarnya, juga ada aja orang nabung ngumpulin harta buat bikin rumah lalu dua bulan kemudian kena gempa dan hancur semua apa yang sudah dikumpulkan.

Contoh barusan skalanya mikro, 'loncatan' rencananya merupakan letupan-letupan kecil yang isunya sekali redup dan skala pengaruh ke sekitarnya juga kecil.

Pandemi ini 'letupan'-nya makro. Orang-orang jadi sadar kalau rencana bisa dibelokkan kapan saja dengan cara apa saja. Banyak orang di PHK, kemampuan daya beli turun, pegawai dirumahkan, perputaran uang gak seperti biasa, beberapa usaha limbung (termasuk penerbitan buku), produsen dan kreator yang merupakan penyedia kebutuhan sekunder dan tersier jadi turun produksinya, terpaksa harus merumahkan beberapa orang, dan terus bergerak efeknya seperti itu.

Belum lagi data orang yang meninggal, yang pengaruh juga ke keluarganya, ke kantornya. Gak ada yang tau ternyata yang meninggal itu punya peran besar di sebuah instansi dan secara reguler jadi donatur tetap yayasan yang sekarat.

Karena kemakroannya, kelimbungan rencana ini jadi kerasa banget, semua orang saling berbagi kondisinya, pertukaran informasi, dan jadilah status krisis yang diiyakan bersama.

Corona gak pernah jadi rencana siapa-siapa, gak ada apa pun yang jadi rencana siapa-siapa.
Kita cuma bisa bergerak menuju arah yang kita pilih, tapi dibelokkan adalah nasib.
Dalam konteks apa pun.

Senin, 25 Mei 2020

Memaksakan Sesuatu Tidak Pernah Baik

Jika ada hal-hal yang membuatmu resah, percayalah bahwa tidak seharusnya kamu layak merasakannya.

Segala hal jika memang sejatinya ditakdirkan untuk kamu ketahui atau kamu miliki, akan datang dengan sendirinya tanpa dipaksakan. Jika memang kamu tidak memilikinya padahal sangat kamu inginkan sekali, tetap tidak akan pernah kamu miliki, seberusaha apapun kamu mencoba.

Belajarlah menikmati momen yang ada, entah bagaimanapun akhirnya.
Belajarlah untuk tidak berhenti berusaha meski tidak tahu bagaimana jalan cerita.

Jalan terbaik akan selalu dihadirkan bagi mereka yang memberikan usaha yang baik,
cukup berikan sepenuhnya, cukup jadi orang yang jujur, cukup terbuka sebisa yang kita usahakan,
kalau tidak berbalas, ya sudah.

Tidak perlu membebankan dirimu sendiri untuk hal yang tidak perlu kamu miliki atau ketahui.

Teruslah berjalan, mungkin berlari, tapi tidak perlu memaksakan diri.
Rawat terus apa yang kamu cintai, teruslah tulus dalam hidup. Tanpa membahasakan apa pun, cinta akan selalu sampai dan mengubah banyak hal.

Sekali lagi, mau bagaimanapun juga,
mencintai adalah aktivitas yang harus disyukuri,
dipatahkan atau ditakdirkan bersama adalah hal lain yang tidak pernah kita ketahui.



Mencintalah dengan damai.
Hidup toh ya cuma sekali, jangan dibawa ribet ke diri sendiri, ok?

Rabu, 20 Mei 2020

kegaduhan akan berlalu dengan sendirinya

Sebenernya agak iseng aja ngebatasin buka Twitter dan IG akhir-akhir ini. Kerjaan load-nya lagi tinggi-tingginya gitu kan di bulan Ramadhan, ditambah ada hal besar lain yang harus dirawat terus menerus tanpa lelah. Jadi aja kaya, "Duh udahan dah ini kita batesin aja sementara."

Ta pindahin lah itu aplikasi jadi satu folder yang kunamakan "BATASI" pake warna merah. Gak spesial sih, dulu 2018 juga pernah kan uninstall semua medsos 40 hari gitu, detoksifikasi. Bedanya yang sekarang gak ampe di-uninstall, akan tetapi, walau gak dihapus tuh aplikasi, gue menyadari hal lain yang baru.

Medsos ini selalu menawarkan banyak informasi setiap harinya, lengkap satu paket dengan insekuriti hahahaha. Rasanya ada yang kurang kalau gak ada informasi masuk ke kepala dengan cara instan. Gak terlalu sulit sih mengabaikan keinginan ini karena kerja juga kan sibuk banget udah pusing duluan.

Lalu pagi ini iseng lah buka lagi, ada apaan sih sekarang?

Dari semua berita yang menarik, gue sebut satu aja di sini dah. Ada Youtuber (atau entahlah siapa gue gak kenal) ngelelang keperawanannya ampe 2M buat nyumbang ke krisis Covid-19. Tapi pas scroll ternyata udah klarifikasi, sekarang kondisinya warganet lagi ngomentarin klarifikasinya, Bola terus bergulir rupanya.

Nah, ini kalau gue buka dari awal beritanya keluar (dibuka saat masih anget dan belum ada klarifikasi), mungkin gue udah tenggelam amazed, kesel, bingung, atau apa pun lah pada omongan dia. Baca-baca tweet yang viral soal opini masing-masing, mengiya-enggakan berbagai sudut pandang orang, ketawa karena meme-meme nya, dan banyak lagi.

Tapi saat gue kelewetan semua itu, apa yang hilang dari gue? Ternyata gak ada wkwkwk. Hidup masih harus dijalani, bahkan mungkin enak juga gue gak usah buang-buang ekspresi dan emosi ngikutin dari awal sampe akhir.

Hah, akhirnya gue menyadari bahwa kegaduhan akan reda dengan sendirinya. Semua orang memang punya hasrat buat mengutarakan opini, dan medsos provide itu. Juga karena manusia di bumi itu banyak banget, ngumpul di satu tempat dan BOOM, gaduh, akan jadi energy drainer sih buat gue. Melipir gak ikut mainin bola isu mungkin jadi pilihan yang bijak buat sekarang, jadi ketagihan dan gue.

Kita tetap harus hidup di dunia nyata toh. Menikmati dan mensyukuri apa yang di depan mata, yang bisa disentuh, yang bisa dirasa. Umur manusia itu pendek dan unsur dunia itu banyak banget, sebuah ketimpangan yang menjulang sangat.

Gak semua hal harus kita rasakan, gak perlu memaksa untuk mengalami banyak hal, kita hanya perlu memilih dan merasa cukup.

Udah ah, yok kerja lagi yok.

Sabtu, 25 April 2020

Mari Kita Berbicara tentang Aib

Pasti pernah dengar dong kalimat berikut: "Jika dosa mengeluarkan bau, sungguh tak akan ada orang yang mau mendekat kepadaku."

Tapi iya deh, lama saya mikir, sebetulnya setiap manusia itu punya dosa. Dengan porsi yang berbeda-beda kita nutup-nutupin aib kita, sebagian ada yang bangga ngumbar-ngumbar. Ya gak apa juga.

Udah banyak kejadian orang yang keliatannya baik-baik aja tiba-tiba dijauhin dan dijatuhkan karena aibnya kebongkar. Pada akhirnya memang gak ada posisi aman buat manusia kan. Segala hal bisa berbalik begitu aja.

Lewat post ini saya juga mau ngaku kalau saya bukan orang yang putih-putih amat (iya aku tahu aku hitam, tapi yang ini maksudnya akhlakku). Dulu sempet takut banget kalau orang-orang tau aibku, tapi sekarang ada di posisi:

Yaudahlah ya, gimana Allah aja. Kalau emang harus jatuh ya jatuh, kalau memang dikasih kesempatan berbuat baik ya ayo aja!

Masa lalu emang hal paling tricky sih buat manusia, selain aib, ada juga dendam masa lalu, trauma masa lalu, kenangan masa lalu. Kita jadi keiket sama hal-hal yang udah lewat. Kira-kira nih, iketannhya harus dilepasin gak?

Menurut saya sih proporsional aja, selama gak ngeganggu masa depan, the past is still important.

Kadang masa lalu yang disimpan ngasih andil dan energi juga toh buat bertahan hidup hehehe.

Nah pun memang takdirnya harus jatoh, yasudah. Mungkin emang cara kita nebus dosa kali di dunia. Jadi ayudah, yakin aja sama jalannya. Kita memang harus berusaha, merencanakan, dan menyusun strategi, tapi menyiapkan diri untuk skenario terburuk juga penting.

eh btw, emang 'terbutruk' itu apa sih? hahahha

Jangan-jangan hal yang tidak kita sukai, yang menyakiti hati kita, yang bikin kita hancur malah yang 'terbaik' untuk kita? Perspektif aja sih.

Wassalam.

Serangan Balik Nasihat-Nasihat Kita

Pernah ada yang bilang bahwa kita akan diuji dengan nasihat yang kita berikan pada orang lain. Contohnya kalau kita nasihatin orang untuk bersabar, maka bersiaplah untuk dihantam oleh kejadian-kejadian yang menguras hati. Kalau kita menasihati tentang keimanan, bersiaplah untuk diterjang beragam goda. Kalau kita menasihat tentang kekuatan cinta, bersiaplah untuk terombang-ambing dalam ketakutan karena sendirian.

Lalu harus berhenti memberi nasihat? Tentu tiidak dong.

Justru hukum alam seperti ini membuat kita jadi orang yang terus ter-upgrade kualitas dirinya kan. Ibaratnya lagi kendur-kendurnya nih, eh tiba-tiba dapet serangan balik yang tidak diduga-duga. Ini juga membuktikan sih apa sebetulnya kita pantas untuk menasihati tentang suatu hal.

Lagian nih ya, gak bisa tau kita hidup cari aman terus. Diri ini harus selalu ditempatkan di posisi-posisi kritis, karena kreativitas dan solusi brilian seringnya muncul di saat-saat seperti itu.

Hidup cuma sekali boy, jadi selama da kesempatan berilah nasihat.

Selama memberi nasihat, bersiaplah buat dapet serangan balik dari alam.

Selama dapet serangan balik, bersyukurlah soalnya kita berarti masih disayang.

Lagian nih ya, bisa jadi kejadian buruk yang bikin hati lelah itu malah bikin kita deket sama diri sendiri. Lebih bisa paham siapa sih aing? Begitu.

Jadi mari mensyukuri segala kesempatan dalam hidup, yang manis dan yang pahit, semua punya hak yang sama untuk disyukuri. Yoush!

Sabtu, 21 Maret 2020

Pesan Yang Tak Jadi Aku Kirimkan Langsung ke Whatsapp-mu sebab Aku Bingung Apa yang Harus Aku Perbuat dalam Keadaan yang Tak Bisa Aku Kendalikan Serta Sepertinya Sepenuhnya Aku yang Salah dan Layak Mendapatkan Ini Semua

Sayang, hari ini badanku capek banget, mataku mengantuk, tapi otakku gak mau ngizinin aku tidur.

Pengen banget aku cerita ke kamu kalau tadi mataku kelilipan, kesemprot disinfektan, perih banget asli. Tapi aku gak nangis tuh. Hehe.

Terus buru-buru aku pulang selepas maghrib, sebab pintamu sore tadi, tak lupa ku nyalain live location ke kamu. Eh error, hehe, gak lucu sih karena akhirnya malah hal itu yang memicu pertengkaran kita malam ini.

Sayang, punggungku pegel banget, dingin pula. Biasanya di motor ada kamu kan ngelingkarin tangan sambil mainin lemak di perutku. Tadi aku tadi harus berhenti-berhenti benerin tas di balik jas hujan. Sendirian loh.

Kamu capek ya pasti, ngejalani hidup yang tambah berat akhir-akhir ini. Aku gak mau bebanin kamu dengan pertengkaran, aku gak mau nambah-nambahi pusing kamu dengan nuntut kamu ngerti aku.

Tapi kok ya sakit ya, kalau sadar aku udah bodoh banget nyia-nyiain kamu. Gak berhasil ngejaga kamu. Menaruhmu di tempat yang membuatmu kesakitan. Kamu bilang, biar Tuhan aja yang balas, ketakutanku langsung nambah loh tiba-tiba. Nangis aku ternyata sebegitu sakitnya kamu atas segala yang telah berlalu.

Sekarang setiap aku mau mendekat, kamu berteriak. Aku jadi bingung, apa aku bisa nenangin atau malah bikin trauma tau. Apa meluk kamu keputusan yang bijak? Karena tiap aku mencoba mendekat kamu kaya meringis sakit, aku gak tega.

Sayang, apa ya maksud Tuhan?

Minggu, 08 Maret 2020

Pukul Satu Siang

Semoga kita dilindungi dari perasaan-perasaan yang belum terselesaikan,
dosa-dosa yang belum dimaafkan,
juga ambisi-ambisi yang menggerogoti hati.

Semoga selalu luas samudera jiwa kita,
untuk menerima kepahitan perilaku manusia,
untuk memahami bahwa banyak yang di luar kendali diri,
serta mampu memahami bahwa selalu ada alasan dari setiap kejadian.

Semoga, dengan harap yang paling dalam
kita bisa menghargai sepenuh hati apa yang telah datang
tanpa membandingkannya dengan apa yang telah hilang.


Minggu, 23 Februari 2020

Cara Menyempurnakan Hidup Terbaik

Manusia, utamanya yang sudah mencapai pemahaman tertentu, besar kemungkinan pernah mengalami kejenuhan aktivitas. Merasa berada dalam siklus yang itu-itu saja. Kehilangan arah dan maksud kenapa dilahirkan. Hidup dan berjalan dengan otak menyala dan raga yang bergerak, tapi tetap tak mengerti akan kemana hingga berhenti.

Hidup memang seperti itu. 

Masa saat kita menjadi anak kecil rasanya menyenangkan dan penuh fantasi, sedang saat dewasa kita dibebani oleh realita: tanggungan, ekspektasi, harapan orang lain, responsibilitas, baik-buruk, nilai, angka, kekhawatiran, ketidakpastian, dan segala hal yang rasanya mau menghindar pun kita akan tetap terhajar.

Tapi yang namanya sebuah cerita, pasti punya tamatnya masing-masing. Tamat itulah yang menjadikan sebuah cerita sempurna. Hidup juga begitu, yang menjadikan hidup sempurna adalah akhir kehidupannya: kematian.

Berhentilah menghindar berlebihan pada kematian, sebab tanggalan sudah ditetapkan dari jauh-jauh hari walau kita tak dapat kisi-kisi sama sekali. Sebab mau bagaimana juga, kematian sejatinya menyempurnakan kehidupan kita.

Mati adalah pasti, hidup adalah pilihan.

Berapa banyak manusia bernapas tapi sebetulnya mati. Berapa banyak manusia melakukan aktivitas sambil dalam keadaan mati. 

Lantas hidup itu apa?

Hemat saya, ini semua adalah pemaknaan. Peka terhadap apa yang terjadi dalam diri, termasuk peka terhadap perasaan-perasaan yang tiba. Anak kecil jelas lebih ahli dalam hal ini.

Saat mereka sedih, mereka jujur dan tinggal menangis. Saat mereka bahagia, mereka tertawa. Kita yang menganggap diri sudah dewasa, sialnya, kehilangan keahlian-keahlian tersebut. Kekurangan itu juga tidak buruk, ia membawa kita pada produktivitas: menghasilkan sesuatu.

Entah sesuatu apa yang dimaksud. Bisa harta. Bisa aset. Bisa kebahagiaan. Bisa masalah kejiwaan. Bisa aktivitas. Ya pokoknya apa sajalah yang menunjang hidup.

Loh, hidup lagi, jadi hidup itu apa?

Masih abstrak mendeskripsikan apa itu hidup. Tapi yang jelas, menghentikan ceritanya dengan tangan kita sendiri bukanlah sesuatu yang asik. Cerita mana yang asik yang belum selesai eh halaman selanjutnya malah ksoong. Maka selagi kita menunggu kapan tamatnya cerita kita di dunia ini, kita bisa memilih untuk jadi hidup yang tidak hanya sekedar hidup.

Bebaskanlah dirimu dari beban-beban hidup. Maknai bahwa setiap lelah dan rasa sakit adalah unsur dalam kehidupan yang tidak terpisahkan, Apa yang terjadi di dalam dirimu dan di luar dirimu adalah elemen paling bergizi untuk kamu konsumsi menjadi pemaknaan. 

Memaknai hidup itu sendiri sembari menjalani kehidupan bukanlah hal yang menyenangkan dan mudah, tapi setidaknya jadi lebih asik aja bahwa ternyata teka-teki Tuhan seluas ini.

Ibaratnya ada di dalam labirin raksasa, mana asik kalau kita jalan doang kaya zombie tanpa sadar ada di dalam labirin. Kan aklau sadar setidaknhya ktia bisa asik sendiri, senang sendiri, frustasi sendiri, sepaket lah semuanya. Toh pengetahuan yang menyakitkan lebih baik daripada kebahagiaan yang dibungkus kepura-puraan.

Jadi, ayo hidup!

Dan ayo gak usah lagi khawatir berlebihan kalau hidup kita harus disempurnakan. Kalau sudah saatnya, mari katakan, "Ah, akhirnya!"

Sabtu, 15 Februari 2020

Baiknya Tubuh Kita

Tubuh manusia sudah cukup sempurna untuk punya mekanisme penyembuhan diri. Segala luka yang bisa ditanggung dan telah dilewati akan pulih dengan sendirinya. Sedalam apa pun itu, selama tidak mematikan bagian vital, rekoverisasi akan terjadi.

Sistem imun akan belajar mengantisipasi rasa sakit yang akan datang. Secerdas itu tubuh kita, dan itu semua hanya untuk membuat kita bahagia (atau setidaknya tidak terlalu kesakitan). Riuh refleks syaraf saat rasa perih muncul akan sementara.

Hal yang hari ini kita tangisi sejadi-jadinya akan menjadi alasan tubuh menjadi lebih kuat.

Sakit yang kita kutuk sekencang-kencangnya akan kita syukuri nanti.

Dan hidup,

yang terus dengan pintarnya menyimpan jawaban atas semua teka-tekinya,


akan selalu harus diperjuangkan meski kita berlari dengan bekas dari luka yang tak terukur sakitnya.



Terima kasih, diri sendiri.

Rabu, 12 Februari 2020

Dependensi

Lama hidup sebagai insan yang memilih bodo amat sama perasaan sendiri membuat gue jadi kagetan sama apa yang gue rasain sekarang.

Kenapa manusia harus bisa sepeduli ini terhadap manusia lain, bahkan untuk orang yang baru aja ketemu gak lebih dari setahun?

Kenapa hati memilih untuk seyakin ini berjalan dan meruntuhkan kepura-puraan yang dipertahankan dengan baik selama belasan tahun?

Gue, sungguh, sekarang rela untuk dipatahkan pun jika jalan yang harus gue lalui bukan yang gue inginkan. Berkelana ke berbagai tempat selama ini gak tau apa sih ini sebenernya, fisik dan mental, akhirnya kaya nemuin hal yang lu cari selama ini.

"Oh ternyata ini," lega dalam hati.

Kurang hajarnya kelegaan ini ngerombak juga cara gue berdiri. Jika ini peruntungan, sungguh ini peruntungan paling berisiko, gue mempertaruhkan sebelah pijakan pada orang lain.

Siap patah? ya
Mau patah? hal lain, gue sekarang bertaruh sambil bersiap sakit, walu sebetulnya yakin juga bisa jadi ini semua tidak menyakitkan sama sekali.

Dependensi emang makhluk terkutuk.

Kamis, 16 Januari 2020

Suara 16 Jan 2019

Untuk diriku sendiri,

Berhentilah merasa ingin dibutuhkan saat telah menemukan orang yang rela berbagi perasaan.
Berhentilah untuk tergila-gila agar digila-gilai olehnya.

Kamu akan kelelahan memenuhi ekspektasi, kamu akan kehabisan cara untuk tidak menjadi dirimu sendiri.

Memang ternyata benar bersama orang lain kita akan banyak berkompromi, entah dengannya atau pun dengan kita sendiri. Tapi inilah seni menciptakan kenyamanan untuk orang yang siap kau jadikan banyak peran, sembari menjadi diri sendiri.

Namun camkan satu hal, untuk selama-lamanya kamu tidak akan pernah cukup bagi orang lain. Sebab, sekali lagi, semua ini bukan tentang kagum-mengagumi, tapi tentang menerima apa yang kurang pada dirimu, untuk dilengkapi dengan apa yang ada pada dirinya.

Sesederhana itu.