Minggu, 19 Maret 2017

Kamu Bukan Tak Bisa Pulang, Kamu Tak Mau

Tiga hari ini tenggorokan saya sakit, semacam radang atau panas dalam. Alhamdulillahnya gak sampai membatasi mobilitas saya terlalu banyak. Al hasil saya masih bisa kerja dan pergi ke sana-sini, cuma tetap saya merasa semua hal ini (sakit ini) harus segera diselesaikan.

Biasanya jika sakit saya hanya akan tidur lebih banyak dari biasanya, makan lebih banyak dari biasanya, dan minum lebih banyak dari biasanya. Namun sakit ini agak beda, saya mau pulang. Saya mau manja di rumah.

Rencana mau pulang Sabtu untuk mengejar "kesembuhan" mental ini demi mengejar efek pada kesembuhan fisik rupanya harus tertunda sebab ku sudah ada tanggung jawab jadi panitia agenda pembinaan di Puncak sampai hari Minggu.

"Mi, Imam gak pulang ya minggu ini."

Sebuah chat yang rasanya jadi sangat biasa saya kirim pada ibu saya, ayah saya, dan adik saya. Chat itu saya kirim lagi Sabtu kemarin.

Namun ketika menjadi panitia, saya rupanya tidak benar-benar sembuh. Di Hari Minggu (hari ini) seusai amanah saya tadi, saya memutuskan untuk pulang tanpa mengabarkan orang rumah.

Hujan besar di jalan justru membuat saya jadi ingin cepat-cepat sampai, saya pusing, saya khawaitr terjatuh di jalan.

Jadi cerita yang berbeda saat saya sudah tiba di rumah,

rupanya Allah punya alasan mengapa sakit saya tidak menghalangi mobilitas saya. Allah mau saya pulang, lalu melihat sebuah kenyataan: Orang tua saya sedang sakit, keduanya. Saya masuk usai mengucapkan salam, lalu menyalami tangan keduanya, Umi yang masih membereskan piring ditemani suaranya yang habis, dan Bapak yang sedang tertidur di kamar belakang.

Kini hati saya tergores banyak hal, tidak nyaman. Keinginan saya ingin bermanja ria berubah jadi perasaan bersalah yang berat. Mengapa saya selama ini hanya peduli pada diri saya sendiri? menginginkan kedua orang tua saya memperhatikan saya, namun tak pernah mampu membalas dengan perhatian yang setara pada mereka.

Menjelang maghrib Umi berbaring di kasur, saya mencoba memberikan service berupa pijatan-pijatan lembut di kaki, lalu Umi tersenyum. Hal ini menghantarkan kami tenggelam dalam perbincangan kabar dan mimpi, walau lagi-lagi lebih banyak berfokus pada kabar dan mimpiku. Egois kamu mam, egois.

Seusainya saya memutuskan memotong buah-buahan untuk mudah Bapak santap saat bangun nanti, sambil menjadi sarana obrolan yang mengalir di ruang keluarga, Bapak habiskan buahnya satu piring.

Saya tidak bisa menahannya, saya harus masuk ke kamar dan menangis sebanjir-banjirnya. Hati saya terkoyak karena perasaan bersalah. Mengapa saya setidak peduli itu sampai tidak tahu kabar mereka? Sampai tidak menanyakan kabar mereka.

Maka sejatinya, saat kita berada pada jarak dekat dengan keduanya, akan terlihatlah raut penuh perjuangan dan harapan dalam membesarkan saya dan kedua saudari saya. Sedang saya masih saja tidak berjuang maksimal saat jauh dari mereka, dan tidak berusaha kuat untuk pulang demi memberi perhatian semaksimal yang saya bisa. Saya masih egois.

Allah, Ya Rabb, cintailah mereka seperti mereka mencintaiku. Buatlah aku menjadi amal mereka yang tiada berputus, Aamiin.

Apakah Perempuan Juga Kentut?

Ada satu rahasia di dunia ini yang lebih besar dibanding bumi itu berbentuk bulat atau datar,lebih besar dibanding apakah hubungan antara pecel lele dengan pecel, atau sebesar rahasia kapan kamu menjadi miliku. #eaa

Rahasia yang selalu menjadi tanda tanya besar di kepala gue adalah apakah cewek juga kentut atau enggak.

Gue gak tau dan rasanya gak pernah denger temen cewek gue kentut di depan umum. Ya, belasan tahun hal ini cukup menganggu kepala gue. Apalagi sekarang lingkungan gue lingkungan anak-anak rohis yang intensitas ketemu cewekya sangat minim.

But, dari dulu juga begitu walau gue punya temen seperbegoan berjenis kelamin perempuasn, gue gak pernah tau dia kentut atau enggak.

Jadi ada pertanyaan, sebetulnya kentut perempuan itu gak berbunyi atau memang wanita tidak diciptakan untuk kentut?

hhhmmm, komen?

Minggu, 12 Maret 2017

Menjadi Cahaya

Ia yang tercepat dan paling konsisten dibanding segala hal
Ia berani menantang jarak dan waktu
Ia tak terhentikan dan berjalan selalu ke arah yang dituju

Aku ingin belajar menjadi cahaya
Sebab ia akan selalu menemukan jalan untuk masuk
Melewati celah sekecil apapun itu
Saat kau menutup rapat ruanganmu

Aku ingin belajar menjadi cahaya
Tak berhenti sampai ia merasa sampai
Sebab ia terus melaju, melaju, dan melaju sampai tiba di tujuan

Aku ingin belajar menjadi cahaya
Mengatur intensitasku agar manusia nyaman
Entah agar tak terganggu karena silau
Atau tak ketakutan sebab aku tiada

Aku ingin belajar menjadi cahaya
Sebab ia adalah simbol harapan
Keberadaannya memberikan sebuah isyarat
Bahwa Tuhan masih memberi kesempatan untuk kehidupan

Di dunia ini manusia lekat dengan cahaya
Sebab saat malam datang, cahaya hanya akan bermain di langit
Manusia mendatangkannya melalui aliran listrik
Atau cara apa pun yang membuat mereka tak merasa sendirian

Maka aku ingin belajar menjadi cahaya
Maka aku ingin belajar bersama cahaya

Selamat belajar!

Kamis, 02 Maret 2017

Sariawan

Dalam dua minggu terakhir gue mengalami sebuah gejala penyakit yang sangat tidak mengenakan. Seakan seluruh semesta beserta bintang dan komet menghatam mulut bagian dalem lo: ya, sariawan.

Yang menjadi lebih mengganggu adalah letak sariawannya yang gak cuma satu, tapi tiga!!! Tiga!!!! TIGAAAA!!!! oke oce (lah malah kampanye) *janganlupa nyoblos

YA gaes! letak sariawan yang gue punya ada 3, satu di gusi kanan bagian geraham belakang, satu di gusi gigi seri bagiat atasnya (agak rebutan lahan sama daging bibir, bahkan lahan sariawan pun direbutin dong), dan satu lagi di bawah lidah.

Lengkap sudah dua minggu gue jadi orang yang jauh dari kebawelan hidup.

Jadi gue kesiksa tiap ngomong dan akhirnya gue cuma bisa jawab ngangguk-ngangguk doang sama geleng-geleng.

Tiap marah sama anak asrama gue akan diem seribu bahasa, ngeliatin secara diskriminatif sampe anaknya minta maaf. HUEHEHEHEHEHEHE *maafkan aku dik

Sebetulnya gue kira dengan diemnya gue di dunia nyata akan membuat gue lebih bawel di chat grup. Ya gue gak tau sih secara psikologis berpengaruh atau enggak, tapi ternyata gue menikmati jadi orang kalem. Rasanya gak buang-buang energi. Y G?

Dan gegara banyak diem ini, gue jadi punya waktu lebih banyak buat mikir. Sayangnya, sayangku sayangmu hanyalah sebuah ketabuan. Sayangnya, gue gak berhasil memanfaatkan keluangan waktu berpikir gue dengan baik. Salah satunya gue mikir: "Kenapa Sariawan dibilang Sariawan?"

Seriously gue mikirin ini selama seminggu, segala ilmu cocokologi gue yang udah S3 ini akhirnya berhasil menemukan titik terang.

Sariawan disebut sariawan soalnya dia warnanya putih,
Kalau wananya kuning disebutnya sarimatahari, kalau biru sarilaut, kalau banyak duitnya sarikaya. hehe. udah gitu aja. hehe.

Air Mata

Sejak dulu, bocah itu tidak pernah diminta untuk berhenti menangis oleh orangtuanya, ia dibebaskan untuk menghabiskan air matanya sendiri, hingga lelah untuk mengeluarkan kesedihan lagi.

Sejak dulu, anak SMA itu dibebaskan memilih hidupnya. Orangtuanya adalah guru ngaji dan tokoh agama di kampungnya, namun cukup demokratis untuk membiarkan anaknya memilih sendiri cabang-cabang perjalanan yang ditemui.

Sejak dulu, anak kampus itu akan menciptakan tawa pada kawan-kawannya, lalu mengunci kamarnya dan tenggelam dalam kesepian yang mencekam.

Dan hingga kini, ia masih mudah menangis. Dadanya sering sesak, matanya sering bengkak, oleh punggungnya yang merasa berat dengan titipan kepercayaan.

Hingga kini, ia selalu bebas memilih untuk berhenti atau terus berlari. Meski daging koyak di sana-sini. Logika memintanya berhenti sekarang juga, tapi raga lebih senang digerakan oleh hati yang memilih untuk bercinta dengan mental yang tenggelam dalam lelah dan asa.

Hingga kini, ia ingin selalu menumbuhkan harapan pada tiap orang, bahwa hidup tidak akan berhenti hanya karena kita tergelincir bebatuan kecil atau bahkan tertimpa gunung sebesar ibukota. Ia percaya, bahwa Tuhan menciptakan pelukan sebagai teman bagi mereka yang ikhlas mencinta.

dan bagi mereka yang cintanya di dengarkan dengan lantangnya