Life is full of sweet mistakes.
Segala umpatan yang kamu rajamkan
dan tamparan-tamparan keras yang kamu lemparkan
tidak akan pernah mampu menghapus batuan sesal yang penuh di rongga-ronggaku
Lalu menangislah engkau menghadap langit-langit kamar yang setiap harinya melihat kita dalam peraduan, kini ia menyaksikan sisimu yang lain.
Tak mampu aku melihat air mata yang harus keluar dari matamu yang biasanya teduh
Namun tanganku merasa tak pantas untuk menyeka alirannya
Terdiam aku. Menangis kamu.
Kita membawa Tuhan, sekarang.
Mengadu engkau dan bersumpah aku
Inginku kita tetap ada, tapi merasa layak saja aku tidak
Dan dalam adukan ramuan pahit dalam jiwamu ...
Keluarlah mantra luar biasa: bahwa semua layaknya kebun bunga yang dijaga, tapi semuanya sedang perlahan berguguran. Kamu memilih untuk tetap menggenggam sisa-sisa batang yang bisa diselamatkan.
Dengan tangan mungilmu dan ketidakberdayaanku.
Sayang.
Biar pelan aku tanam lagi bibit-bibit ini. Tak apa jika kamu nanti memilih pergi, aku bisa mengerti.
Tapi jika kamu memilih tetap di sini, terima kasih. Akan kubuat kebun yang indah lagi, meski tanah hangusnya akan tetap di sana selamanya.
Semoga jiwamu segera tenteram dan kebahagiaan melimpah segera datang untuk selamanya kamu
Kemana saja langkahmu nanti. Pergi atau tetap di sini.
Amin.