Saya sempat kehilangan sesuatu yang besar bulan lalu, hal itu saya sebut "kasih sayang".
Saya dibenci, dijauhi, dibuka aib diri, serta dihindari dan tidak diinginkan. Saya kira saya sedang menebarkan kasih sayang, ternyata saya keliru, saya hanya ingin dicintai secara egois. Menjadikan pujian orang, pemberian orang, serta perhatian orang sebagai perhiasan bahwa saya adalah sesuatu yang menakjubkan.
Lalu rasanya saya disucikan dengan rasa sakit yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Sangat-sangat tidak menyenangkan, merontokan rasa kagum pada diri sendiri dan ingin dipuji seperti mencabut pohon jati raksasa dengan akar yang menghujam pada tanah kering kelontang.
Saya mencoba bersabar, sebab kala itu saya yakin pasti Allah sengaja menyelamatkan saya dengan cara seperti ini.
Kini saya sudah ke luar dalam fase tersebut, penerimaan-penerimaan sudah dilakukan, perdamaian dengan masa lalu telah terjadi, diri telah dimaafkan oleh saya sendiri.
Saya kira saya akan sendirian setelahnya, namun Allah mengembalikan semuanya. Kasih sayang lebih melimpah ruah pada diri, perhatian yang diberikan terasa lebih.... bersih dan menenangkan. Saya seperti sedang melayang... ringan... namun kaki masih menghujam pada tanah, suatu tanda bahwa saya sedang tidak kemana-mana.
Pelajaran mungkin telah didapatkan, bahwa terlalu fokus membuat diri terlihat seperti orang yang baik tidaklah bagus. Cukup jadi orang baik, serta terus berusaha menegasikan unsur negatif dalam diri, tidak menerimanya tanpa memperbaiknya. Sebab kapasitas... tidak akan membohongi dimana diri harus berada.
Kita tidak perlu menjadi siapa-siapa, sebab kita bukanlah siapa-siapa.
Saya dibenci, dijauhi, dibuka aib diri, serta dihindari dan tidak diinginkan. Saya kira saya sedang menebarkan kasih sayang, ternyata saya keliru, saya hanya ingin dicintai secara egois. Menjadikan pujian orang, pemberian orang, serta perhatian orang sebagai perhiasan bahwa saya adalah sesuatu yang menakjubkan.
Lalu rasanya saya disucikan dengan rasa sakit yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Sangat-sangat tidak menyenangkan, merontokan rasa kagum pada diri sendiri dan ingin dipuji seperti mencabut pohon jati raksasa dengan akar yang menghujam pada tanah kering kelontang.
Saya mencoba bersabar, sebab kala itu saya yakin pasti Allah sengaja menyelamatkan saya dengan cara seperti ini.
Kini saya sudah ke luar dalam fase tersebut, penerimaan-penerimaan sudah dilakukan, perdamaian dengan masa lalu telah terjadi, diri telah dimaafkan oleh saya sendiri.
Saya kira saya akan sendirian setelahnya, namun Allah mengembalikan semuanya. Kasih sayang lebih melimpah ruah pada diri, perhatian yang diberikan terasa lebih.... bersih dan menenangkan. Saya seperti sedang melayang... ringan... namun kaki masih menghujam pada tanah, suatu tanda bahwa saya sedang tidak kemana-mana.
Pelajaran mungkin telah didapatkan, bahwa terlalu fokus membuat diri terlihat seperti orang yang baik tidaklah bagus. Cukup jadi orang baik, serta terus berusaha menegasikan unsur negatif dalam diri, tidak menerimanya tanpa memperbaiknya. Sebab kapasitas... tidak akan membohongi dimana diri harus berada.
Kita tidak perlu menjadi siapa-siapa, sebab kita bukanlah siapa-siapa.