Kamis, 07 Maret 2019

Geospasial dan Hobi Nyasarku

Apa yang menjadi salah satu kelemahanku adalah ketidakmampuan mengenali jalan. Aku perlu waktu sampai minimal enam kali melewati sebuah jalan sampai hafal semua belokan. Aku kebingungan bagaimana letak gedung, menghadap mana, dan apa hubungannya dengan lokasi yang pernah aku lewati.

Pernah suatu ketika saat di awal masa kelulusan aku bekerja sebagai enumerator penelitian, mencari dan mendata pusat sampah dan juga rumah pengolahan di Tanggerang.

Entah berapa kali aku kesasar, juga entah . berapa kali aku marah-marah pada diri sendiri tentang seberapa menyebalkannya apa yang aku lakukan. Sampai akhirnya masa-masa itu berakhir dengan sendirinya, aku kecelakaan tunggal. Motorku oleng menabrak pembatas jalan dan aku terguling-guling sampai jalur selokan. Sempurna!

Di lain waktu aku stress luar biasa, aku ingin melarikan diri entah kemana. Lantas ku pacu saja gas motor tanpa lihat arah jalan. Sampai tiba malam aku tersadar di atas ku ada plang besar bertuliskan "Selamat Datang di Banten", aku kaget dan ku putuskan pulang.

Tapi karena tak bisa memahami jalan, aku baru tiba di asrama tepat pukul 6 pagi. Sepanjang malam berputar di tanggerang dan dilanjut menghabiskan dini hari melewati jalan yang sama di Jakarta sampai delapan kali.

Di Thailand dulu, saat teman-teman yang lain memutuskan mengunjungi tempat wisata Madame Tussauds, aku memilih mengantarkan seorang mahasiswa Indonesia ke penginapannya yang entah dimana (kehabisan uang dan kebingungan). Tiba waktu untuk kembali ke hotelku sendiri pukul 11 malam lalu berakhir diturunkan bis kota di tengah malam karena habis jam operasionalnya.

Luntang-luntung di negeri orang. Berjalan kaki tak mengerti kemana arah pulang. Baterai handphone sudah habis dan hanya kemampuan tebak-tebakan yang bisa diandalkan. Betapa kondisi paling ideal untuk menertawakan diri sendiri.

Tapi dari semua kejadian tersesat itu ternyata itu momen paling mengasyikan di hidup ini. Perasaan menghilang dan menjadi bukan siapa-siapa, saat yang tepat untuk memikirkan kembali apa yang kita mau dan butuhkan. Tersesat membuat kita merasa sendirian, lalu sendirian membuat kita lebih punya ruang untuk diskusi dengan diri sendiri.

Maka saat-saat aku merasa sangat stress, aku akan menyasarkan diri entah kemana. Setiap berada di kota atau negara yang aku memiliki kesempatan untuk mendatanginya, akan ku cari juga kesempatan untuk kesasar. Dan caraku mengelola diri sendiri ini dibantu dengan lemahnya kemampuan geospasialku, betapa kombinasi paling pas untuk hilang sama sekali.

Jumat, 01 Maret 2019

Salah Satu Saat Dimana Persahabatan Diselesaikan (atau setidaknya dijeda sementara)

Seberapa sering manusia mampu untuk ditinggalkan?

Jarak antara kamu dan sahabatmu kemungkinan akan melebar dimulai sejak akad disahkan: pernikahan.

Pernak-pernik lampu ruang, bunga yang menjulur dari panggung terujung, serta prasmanan yang tersaji dan telah dikelilingi banyak orang. Masa-masa perpisahan dimulai saat itu juga.

Aku sudah sadar sejak makan malam kita mebicarakan para wanita, hal ini akan terjadi. Aku pun sadar bahwa kamu memang akan lebih dulu menggenapkan. Saat itu aku bahagia, sangat, karena ternyata penantianmu akhirnya akan terlaksana. Momen prestatif, pencapaian luar biasa.

Dan pada saat itu secara dramatis (atau mungkin hanya aku yang melebih-lebihkan) banyak hal yang akan berubah.

Keraguan untuk menjadi diri sendiri rasanya akan semakin besar. Khawatir pesan dibaca tidak hanya olehmu, khawatir tidak terlalu diinginkan dan dianggap mengganggu, khawatir membangun jarak terlalu dekat sebab seharusnya memang tidak menjadi yang paling dekat.

Padahal kita tidak kemana-mana sama sekali, kan.

Tak ada tipu-tipu, ini sungguhan seperti merelakan kita untuk tak seperti biasa hahaha. Sebab biasa kita yang sering bercerita tentang hal-hal tidak penting akan digantikan oleh kamu yang bercerita  pada pasanganmu yang tiap hari bertemu.

Kamu yang biasa minta ditemani untuk pergi dan aku yang biasa minta diantar akan menyisakan aku yang sendirian dan kebingungan, canggung luar biasa pada kesepian.

Aku tahu ini hanya soal masa, bahwa selalu ada waktu untuk kita terbiasa dengan perubahan. Pun aku sudah bisa mulai menerima dan mencari tempat lain untuk bisa dipercaya mendengarkan cerita. Entah sahabat atau mungkin saatnya menggenapkan seperti yang telah kau lakukan? Aku diam.


===
Selamat menikmati fase kehidupan selanjutnya, kawan.

Dari aku yang belum berani melangkah dan menentukan.