Kita tak pernah tahu apakah Khuldi adalah
benar-benar dosa Hawa dan Adam atau sekadar takdir Semesta dalam membuat cerita
cinta. Juga dosa yang kamu dan saya cipta adalah bagian dari romansa atau jalan
kita menjauh dari surga, atau mungkin keduanya. Tidak yang kita keluarkan dalam
kata mungkin bukan tidak yang sebenar-benarnya, saya tak percaya dan kamu juga
pasti menyadarinya. Diam yang kita cipta adalah tanda bahwa kamu dan saya ada
di tempat yang sama: kebingungan berada dimana, panik dan berteriak, lalu
saling mendengar lalu menggerakkan leher lalu saling tatap lalu sama-sama
berpura-pura tak saling melihat. Kita paksa tenggorokan agar berhenti bersuara
karena kamu dan saya takut saling merasa. Tapi ternyata hati lebih kuasa
mengatur raga, berhadapan kita, saling memerahkan rona satu dan lainnya, lalu
ujung telunjuk kita saling sentuh hingga melebur kita menjadi uap yang tak
punya rupa, namun kamu masih bisa saya lihat dengan jelas dalam segelas susu
yang lupa kamu habiskan, dalam bekal yang tiap pagi kamu siapkan, dan dalam
salam yang saling kita kirimkan sebelum tidur. Kita yang manusia, yang
seharusnya ditakdirkan terdiri dari air, malahan rebel menguap menjadi udara yang
tak bisa ditangkap gravitasi. Dalam rupa yang tak statis kita saling tatap lalu
mendekat. Menari kita berputar menikmati apa yang alam sajikan sampai kita
menyadari bahwa kita terlalu jauh untuk berhenti. Kamu dan saya terus berputar
dan menghancurkan pekarangan, taman kota, dan melempar wanita tua tanpa
sengaja. Dalam gelisah yang kamu tampakkan pada wajah dan dalam detik yang
terus bertambah, aku mencoba mengatur strategi agar semua dapat diakhiri.
Segala kemungkinan yang muncul di kepala selalu mengarahkan agar kamu dan saya
tidak bersama, tapi saya tidak akan menyerah. Saya coba tabrakkan kita pada
gedung tinggi namun gedung itu oleng menimpa dan menutup jalanan kota. Saya
coba balikkan putaran tarian kita namun apa yang di sekitar kita bertebaran
seketika mengoyak apa yang menghalangi. Saya lalu bertanya tanpa suara, apa
kamu dan saya terlalu egois untuk berdua? Tapi kan egois adalah mementingkan
diri sendiri, sedang saya mementingkan kamu. Tanah lalu makin poranda. Pada
pijak yang sudah tak kita punya, pada genggam yang pernah kita rasa, juga pada
napas kita yang sempat menyatu
memang saya harus melepaskan kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar