Udah mau post ini dari lama, cuma... hmm yaudahlah lah, baca aja ya.
Beberapa hari yang lalu saya mendapatkan SMS pemberitahuan bahwa saya diterima menjadi Supervisor RK Regional 1, singkatnya pembina para penerima beasiswa Rumah Kepemimpinan.
Setelah hadirnya pesan singkat itu, saya gak tahan senyum-senyum sendiri, sambil ketakutan sendiri. Soalnya... saya bakal ngurusin 30 anak orang... (iya ini orang semua harusnya).
Berat, berat, berat.
Emang banyak yang nanya alasan saya mau daftar, jawabannya sih simple, panggilan hati. Iya itu aja. #duileh #gakgakpas
Gak tau sih alasan itu cukup atau enggak. Awalnya emang gak jadi daftar gara-gara jauh banget dari sosok "pembina ideal". Banyak yang harus dikejar, terlalu banyak yang harus dikejar. (Kan capek, mending tawaf 7 kali #hapasih)
(EH BTW BINGUNG INI POST MAU DIBAWA SERIUS APA GIMANA) (GAUSAH DEH YA, KAMU AJA YANG AKU BAWA SERIUS #BEDATOPIK #TOPIKSAYABUNDAR #LAHMALAHNYANYI)
Tapi yang jelas, perjalanan saya dari niat mau daftar sampe daftar beneran nganterin saya punya kebiasaan yang baik-baik. Terus saya mikir kenapa gak dilanjut kan?
Salah satu yang jadi perhatian saya, setelah beberapa orang tau saya daftar, beberapa dari mereka menyarankan saya untuk mencontoh sosok yang pernah membina mereka, dengan segala gembar-gembor metode pembinaannya.
Saya, saya adalah diri saya, saya tau saya banyak kurang tapi saya tak perlu menjadi dia. Benarkan? Poin penting dari dia akan saya ambil, tapi gak perlu menjadi dia.
Saya akan jadi diri sendiri, seorang hamba yang menghamba dengan cara seperti ini.
Rabu, 29 Juni 2016
Saya Bukan Pembina yang Itu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar