Hidup layaknya gerbong kereta, kita masuk berbarengan dan tak tahu siapa yang akan tiba di stasiunnya masing-masing.
Tiada yang berharap sejak awal akan seperti ini, qadarallah, semuanya sudah terjadi. Allah ingin kita segera mencari hikmah dari apa-apa yang kita alami.
Saya tidak meninggalkan kalian, serta kalian tidak pula meninggalkan saya. Tidak ada yang benar-benar berpisah, hanya jarak yang mungkin tidak akan sedekat biasanya. Tidak ada yang benar-benar berpisah, hanya kita dipaksa untuk terbiasa pada perubahan lebih cepat dari yang seharusnya.
Tidak ada yang perlu ditangisi, sebab diri tidak benar-benar pergi. Tidak ada yang perlu ada yang merasa bersalah, sebab apa-apa yang terjadi sekarang benar-benar memberi pelajaran yang banyak bagi saya.
Kita akan terbiasa dengan ketidakadaan, ini hanya soal waktu. Saya akan rindu senyum yang akan segera muncul di wajahmu.
Kita akan terbiasa dengan ketidakadaan, ini hanya soal waktu. Kini saya menanti status "alumni" yang nanti akan kalian dapati.
Kita akan terbiasa dengan ketidakadaan, untuk setidaknya menunjukan rupanya kaki-kaki yang bertahan akan terasa lebih kuat tanpa keberadaan seorang.
Jujur, saya belajar banyak dari kesalahan saya. Terima kasih telah terlibat dalam hal besar di hidup saya.
=====================================================
Pergi
bukan berarti melupakan, ia bisa jadi manifestasi dari cinta dan pembuktian.
Pergi bukan berarti mengabaikan, ia bisa jadi adalah misi penyelamatan.
Kepergian tidak selamanya menyakitkan, ia perlu dinikmati hingga kita nanti
sama-sama tersenyum pada langit dan mengerti bahwa tiada kata lain yang dapat
dilakukan kecuali penerimaan.
Ingin aku tersenyum denganmu lebih lama lagi, untuk memerhatikan segala tingkah konyolmu pada persimpangan kebimbangan. Ingin aku memarahimu lebih lama lagi, sekedar karena sampah yang lama tak dibuang atau mungkin karena meja belajarmu yang dibiarkan berantakan. Ingin aku bahagia lebih lama lagi, bertepuk tangan pada tiap pencapaian kecil yang kau dapatkan dan meneriakannya pada orang-orang. Ingin aku menangis lebih lama lagi, di dalam kamar nol, sendiri, kemudian keluar dan tersenyum lagi.
Ingin
aku bersamamu lebih lama lagi, memegang pundakmu lalu menarik tangismu ke
bahuku. Erat dan hangat. Menenangkan serta menyejukan. Hanya saja, ya, semuanya
harus berhenti di sini. Kini waktu menghentikan segala ingin yang aku punya.
Ingin aku menginginkan lebih banyak lagi, namun kata harus terhenti. Mimpi
harus segera diganti. Serta cinta harus segera diuji.
Ada
satu ingin yang mungkin masih bisa aku lakukan: “Ingin aku mencintaimu lebih
lama lagi.”
Sebab
mencintai tidak mengenal jarak dan ruang. Meski kita sudah tak lagi di bawah
langit asrama yang sama, meski kita tak bertemu sesering biasanya, meski aku
kehilangan keinginan-keinginan yang aku punya, tapi cinta menyatukan kita lebih
lama dan selamanya.
Ingin
aku mencintaimu lebih lama lagi, Dik.
Dan
aku memang akan mencintaimu lebih lama.
=====================================================
Berlarilah, dik.
Walau daging koyak dan tulang patah.
Hingga si tua kita tersenyum mengingat masa mudanya tidak sia-sia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar