Kita sama-sama tahu bahwa kita menyayangi hal yang sama.
(kehilangan kata-kata di bagian ini)
Maka bicaralah,
Jika kamu ternyata memang peduli pada saya maka bicaralah, jika kamu sudah mulai ingin berdamai bicaralah, atau jika kamu masih marah pada saya maka bicaralah, pipi saya siap untuk kamu tampar, hidung saya siap untuk kamu tinju. Saya ingin tahu bagaimana tensi sebenernya kamu pada saya, maka jangan siksa saya dengan diamnya kamu.
Jangan menghindar seperti ini, saya ingin membuat semua baik tapi tembok yang kamu bangun begitu tinggi. Saya ingin tidak ada apa-apa, tapi mungkin kamu berpikir tidak ada apa-apa artinya tidak berhubungan sama sekali. Itu namanya ada apa-apa.
Jika memang luka itu masih basah ya sampaikan saja, "Kang, saya masih sakit."
Bukan dengan berjuang sendiri menyembuhkan luka dan bilang pada saya bahwa luka itu sudah sembuh. Sembuh di bagian mana jika kamu masih menjauh? Sembuh seperti apa jika masih sesak tiap mengingat kejadian itu?
Jadi saya duduk di sini, masih duduk. Di bukit hijau menghadap kota, jika kamu mau mulai bicara... tempat duduk di sebelah saya masih bisa untuk kamu duduk.
Jadi kalau kamu mau, saya bisa jadi orang yang mendengarkan sakitnya kamu dan menceritakan kondisi lukanya. Saya masih duduk di sini. Segeralah siap untuk bicara, karena yang terluka bukan hanya kamu. Luka punya saya juga masih menganga, namun saya mau berdamai dengan luka saya. Kamu mau saya bantu? oh maaf... kamu bisa bantu saya?
Maka jika kamu mau, silahkan duduk di sebelah saya. Kita susun rencana pengobatan ini agar orang lain tidak ikut terluka seperti kita. Karena maafnya saya tidak bisa saya keluarkan lagi dalam kata-kata, saya ingin minta maaf dengan memperbaiki kesalahan saya: pada kamu dan pada mereka.
Maka bicaralah, sampaikanlah.
(kehilangan kata-kata di bagian ini)
Maka bicaralah,
Jika kamu ternyata memang peduli pada saya maka bicaralah, jika kamu sudah mulai ingin berdamai bicaralah, atau jika kamu masih marah pada saya maka bicaralah, pipi saya siap untuk kamu tampar, hidung saya siap untuk kamu tinju. Saya ingin tahu bagaimana tensi sebenernya kamu pada saya, maka jangan siksa saya dengan diamnya kamu.
Jangan menghindar seperti ini, saya ingin membuat semua baik tapi tembok yang kamu bangun begitu tinggi. Saya ingin tidak ada apa-apa, tapi mungkin kamu berpikir tidak ada apa-apa artinya tidak berhubungan sama sekali. Itu namanya ada apa-apa.
Jika memang luka itu masih basah ya sampaikan saja, "Kang, saya masih sakit."
Bukan dengan berjuang sendiri menyembuhkan luka dan bilang pada saya bahwa luka itu sudah sembuh. Sembuh di bagian mana jika kamu masih menjauh? Sembuh seperti apa jika masih sesak tiap mengingat kejadian itu?
Jadi saya duduk di sini, masih duduk. Di bukit hijau menghadap kota, jika kamu mau mulai bicara... tempat duduk di sebelah saya masih bisa untuk kamu duduk.
Jadi kalau kamu mau, saya bisa jadi orang yang mendengarkan sakitnya kamu dan menceritakan kondisi lukanya. Saya masih duduk di sini. Segeralah siap untuk bicara, karena yang terluka bukan hanya kamu. Luka punya saya juga masih menganga, namun saya mau berdamai dengan luka saya. Kamu mau saya bantu? oh maaf... kamu bisa bantu saya?
Maka jika kamu mau, silahkan duduk di sebelah saya. Kita susun rencana pengobatan ini agar orang lain tidak ikut terluka seperti kita. Karena maafnya saya tidak bisa saya keluarkan lagi dalam kata-kata, saya ingin minta maaf dengan memperbaiki kesalahan saya: pada kamu dan pada mereka.
Maka bicaralah, sampaikanlah.
wedeeeh
BalasHapus